Beberapa waktu ini, publik kembali ramai terkait keluarnya draf rancangan undang-undang baru yang dikeluarkan oleh DPR Republik Indonesia. Rancangan undang-undang yang menuai polemik itu adalah rancangan undang-undang tentang Larangan Minuman Beralkohol. Selain dirasakan oleh publik, polemik rancangan undang-undang tersebut juga dirasakan oleh perusahaan produsen minuman beralkohol. Pasalnya, di dalam rancangan undang-undang tersebut terdapat larangan untuk memproduksi minuman beralkohol beserta sanksi atas pelanggaran larangan tersebut. Hal tersebut dituangkan di dalam Pasal 5 Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol, yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang memproduksi Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.”
Sedangkan sanksi atas pelanggaran Pasal 5 tersebut ada di dalam Pasal 18, yaitu pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Namun, di dalam rancangan undang-undang tersebut, terdapat pula ketentuan mengenai kepentingan terbatas yang diatur dalam Pasal 7, yang membuat ketentuan di dalam Pasal 5 menjadi tidak berlaku. Kepentingan terbatas dapat meliputi kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan. Ketentuan tersebut nantinya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol dinilai akan memberikan dampak yang buruk bagi para pebisnis, terutama pada pegerakan saham dan kinerja emiten yang bergerak di sektor ini. Namun, karena sifat peraturan ini masih sebagai rancangan, maka tidak ada implikasi atau dampak yang dirasakan bagi perusahaan untuk saat ini. Oleh karena itu, perlu pengkajian lebih luas terhadap rancangan undang-undang ini sebelum akhirnya disahkan.